Aku berlari tanpa tujuan, berharap tidak
ada satupun yang mengejarku. Air mata aku biarkan jatuh seenaknya. Tanpa terasa
aku sudah berada di puncak bukit belakang sekolah. aku menghentikan langkahku
dan duduk di bawah pohon akasia.Aku bersandar, mengatur nafasku dan mulai
menerawang kehidupanku dulu.
Namaku Kyntha Oriona, tinggal bersama
orangtua serta kakak-kakakku di suatu kota kecil yang maju. Ayahku dipindah tugaskan
ke kota ini, kota yang tidak pernah mati, menurutku. Ayah membeli rumah tidak
jauh dari alun-alun, agar dekat dengan kantor dan sekolah kakak-kakakku,
jawabnya saat aku bertanya dulu.
Alun-alun
yang kecil namun indah itu tidak pernah sepi dengan orang-orang yang mencari
hiburan sejenak unuk melepaskan kepenatan. Tidak jauh dari sana berjajar
pedagang kaki lima yang selalu bersemangat menjajakan dagangannya.
Aku masih ingat saat kecil aku memaksa
mama untuk menyekolahkan ku sama seperti kakak-kakakku, padahal saat
itu aku masih berusia 3 tahun, belum cukup umur untuk masuk TK. Karena saat
itu pikiran ku adalah mencari teman dan sahabat untuk dapat bermain
bersamaku karena selama ini aku selalu kesepian saat kakak-kakakku sekolah. Tentu
saja mama ku tidak mengizinkan, katanya aku harus giat belajar di
rumah dulu sampai pintar lalu mama akan menyekolahkanku. Aku bersorak gembira.
Dan hari-hari selanjutnya Mama dengan sabar mulai mengajariku bagaimana caranya
menulis, membaca, dan sebagainya.
Usiaku sudah 5 tahun, Mama menepati
janjinya untuk menyekolahkanku di TK Islam yang berada di gang sebelah. Tidak
perlu waktu lama saat aku sudah menginjak bangku TK apa yang aku impikan
menjadi nyata, menjadi siswa terpopuler, terpintar, dan mempunyai banyak teman
yang selalu membelaku. Tetapi satu kelemahanku, aku tidak bisa membaca Iqra'
dengan baik.
Beranjak SD, aku di terima dengan remeh
oleh guru-guru serta wali murid hanya karena umurku masih 6 tahun. Mama tetap
memaksa panitia untuk memasukkanku ke sekolah elite tersebut.Akhirnya aku harus
mengikuti sebuah tes untuk dapat lolos. Dan benar saja, aku lolos. Orangtuaku
bangga, guru-guru dan wali murid masih meremehkan. Selama aku menuntut ilmu
disana bukan kebahagiaan yang sama seperti waktu TK, tapi kebalikannya.
Aku di masukkan di kelas D selama 6
tahun ke depan. Kelas baruku yang bisa dikatakan sebagai kelas untuk anak-anak
kurang pintar. Kelas itu berada paling belakang tidak jauh dengan toilet. Kelasku
tidak terlalu luas, dindingnya ditutupi lumut, dan mempuyai jendela besar
seperti jendela pada bangunan Belanda.
Aku tidak mempunyai teman ataupun
sahabat di kelas ini. Aku tahu, teman-teman satu kelasku ingin mengajakku untuk
bermain tapi mereka takut akan mendapatkan hukuman dari guru dan orangtuanya. Saat
pelajaran berlangsung pun orangtua mereka masih menungguinya di luar kelas
sedangkan Mama pulang untuk menyiapkan makan siang untuk keluargaku dan menjemputku
jika sudah waktunya pulang.
Waktu aku kelas 3, teman-teman sudah
tidak lagi di tunggui oleh orangtuanya. Aku berpikir keadaanku akan kembali
seperti dulu, tapi ternyata tidak. Aku semakin dijauhi oleh mereka. Pernah
suatu hari saat aku berlari ke toilet, temanku menjegalku dan akupun terjatuh.
Aku meringis kesakitan, lututku lecet terkena kerikil yang ada di tanah,
seragamku menjadi lusuh. Dengan jelas aku mendengar temanku tertawa
terbahak-bahak lalu meninggalkanku.
Pernah juga temanku yang duduk di
belakangku memotong rambutku yang terurai saat pelajara keterampilan hanya
karena aku tidak memberinya uang saku yang aku miliki. Guru keterampilan saat
itu tambah menertawakan dan memuji sikap temanku.
Keadaan seperti itu sangat menekanku. Tidak
pernah ada kata tidak untuk mem-Bully, baik guru maupun siswa dan aku hanya
bisa diam dan menangis. Aku takut jika aku mengadu pada Mama, aku malah semakin
di-Bully.
Sikap mereka yang seperti itu membuatku
menjadi minder untuk bergaul dan sialnya itu berpengaruh terhadap nilaiku. Mama
sangat marah karena aku tidak mendapat juara 1 lagi. Mama mengurungku di rumah,
tidak ada mainan, boneka, televisi, ataupun komputer. Hanya belajar dan terus
belajar yang aku lakukan selama liburan kenaikan agar nilaiku kembali seperti
dulu. Aku hanya bisa menangis saat semuanya terlelap, aku tidak bisa menemukan
jati diriku.
Penentuan kelulusan tiba, aku
mendapatkan nilai akhir 29, 65. Nilai tertinggi di sekolahku. Semuanya bangga,
tetapi aku tidak. Aku hanya tidak ingin mendapat hukuman dan melihat Mama
marah. Aku berfikir, Kyntha yang sekarang adalah benalu bagi semua orang dan di
tingkat yang lebih tinggi nanti aku akan menjadi seseorang yang berbeda, bukan
lagi sebagai Kyntha.
Aku menghela nafas. Mereka yang telah
merubah hidupku menjadi seperti ini. Mereka yang membuatku lupa akan jati
diriku. Kalau aku boleh melakukannya, aku akan membencinya! Tapi aku sadar semua
itu tidak mungkin terjadi.
Dalam ingatanku muncul sesosok wanita
cantik yang tidak asing bagiku, Mega. Wanita yang menurutku adalah seorang
malaikat tanpa sayap yang merubah hidupku dalam sekejap. Hembusan angin
lembut memainkan rambutku yang terurai, membuat perasaanku lebih
tenang. Saat-saat seperti ini membuatku terlempar kembali ke masa lalu.
Sore itu aku berhasil kabur dari jadwal
lesku yang sangat padat. Aku duduk di bangku taman kota dengan di temani novel
yang baru saja aku beli. Taman kota sore ini tampak ramai, aku baru ingat kalau
sabtu malam dimana semua orang merayakannya dengan bahagia bersama orang-orang
yang mereka sayangi. Perasaan itu datang lagi, kebencian, ketakutan, keirian
menjadi satu. Aku mencoba untuk menenangkan diri.
Aku mulai membuka plastic pelindung
novel lalu membacanya.. Tidak lama kemudian ada sepasang kekasih duduk di
sampingku. Aku merasa risih, akhirnya aku mengambil earphone dan mendengarkan
lagu sembari melanjutkan membaca novel.
Senja datang dan aku bergegas untuk
pulang. Dari arah berlawanan aku melihat seorang wanita sedang berlari menunduk
ke arahku. Aku tidak sempat untuk menghindarinya.
“Ah, maaf” katanya sembari mengusap air
mata.
Aku hanya diam.
" Maaf mengganggu, namaku Mega."
sapanya ramah.
“Nama
kamu siapa?”
Aku memandanngnya sebentar, “Kau bicara
denganku?”
“Tentu. Disini hanya aku dan kamu, tidak
mungkin aku bicara dengan rumput. Hahaha”, tawanya dipaksakan.
Aku mendengus kesal, lalu menjawabnya
"Thatha"
"Wah sibuk ya? bisa dibantu?"
“Tidak terima kasih. Lari lihat-lihat
dong, jadi nyusahin orang lain kan!”
“Maaf Tha, aku tidak sengaja. Aku lagi
galau setelah mendengar pembicaraan Papa dengan dokter tadi.”
Aku tidak mendengarkannya. Semua orang
yang aku temui sore ini hanya membuatku semakin membenci hidupku. Aku mendengar
langkah kaki Mega mengejarku, aku benci hal ini karena yang aku tahu, jika aku
memperlambat langkahku, aku akan di-Bully seperti dulu. Semakin lama aku
semakin berlari, dan aku tidak mendengar langkah kakinya lagi.
Tiba-tiba alarm handphone-ku berdering
menunjukkan hari sudah senja. Aku malas beranjak dari tempatku. Pasti dibawah
sana aku bertemu dengan mereka yang membuatku semakin tertekan. Handphone
kumatikan lalu aku masukkan ke tas ransel ungu dengan motif bintang favoritku.
Aku merebahkan diri disana, melihat langit senja yang sangat ku kagumi. Aku pun
kembali terlempar pada kenangan itu.
Sore
itu aku di beri kebebasan oleh keluargaku untuk bermain di luar rumah. Aku
langsung berjalan mengelilingi alun-alun dengan menggunakan earphone. Aku duduk
di bawah pohon palem yang rindang. Laptop yang aku simpan di ransel aku
keluarkan dan mulai mengutak-atiknya. Dari arah samping, aku melihat seorang
wanita berjalan menghampiriku, Mega, wanita yang dulu aku tinggal di taman
kota.
“Thatha ya?” sapanya.
“Hmm”
“Ganggu Tha?”
“Pergi gih kalau engga ada gunanya
disini.”
“Aku keliling dulu aja deh Tha.” Katanya
lembut dengan tersenyum.
"Ide yang bagus. Kalau begitu silahkan
berkeliling alun-alun ini dan jangan ganggu aku!"
"Baiklah. Tapi setelah kau selesai
boleh aku menjadi temanmu?" tanyanya memaksa. Aku hanya diam dan mulai
sibuk dengan laptopku lagi.
Aku melihat sekelilingku, wanita itu
sudah berada di air mancur. Menjulurkan tangannya dan membiarkan air bermain
dengan tangannya. Dia tertawa lepas, terlihat amat bahagia. Mataku panas,
timbul rasa iri dalam benakku. Cepat-cepat aku mematikan laptopku dan memasukkannya
ke tas ransel favoritku. Tiba-tiba Mega datang dengan senyum sumringah dan
duduk di sampingku..
"Hai, sudah selesai? Aku ingin bermain
denganmu. Sebentar saja."
"Aku sibuk.”
“Aku mohon, setelah ini aku tidak akan
mengganggumu lagi.”
“Aku hanya punya waktu hingga
maghrib"
"Terima kasih Thatha! Waktunya
lebih dari cukup buatku."
"Jadi kita akan main apa?"
"Hahaha, aku hanya ingin bermain
dalam imajinasi kita Tha."
"Maksudmu?"
"Banyak yang bilang aku perfect.
Mereka hanya meihatku dari luar bukan dari dalamnya. Aku terlihat selalu
bahagia, padahal aku tersiksa. Tapi itu bukan masalah besar bagiku.
Berpura-pura untuk orang yang kita sayang agar bahagia itu menyenangkan! Walaupun
banyak pahitnya sih. Aku tidak punya teman untuk bertukar pikiran, karena
mereka yang kenal denganku mengira aku tidak pernah punya masalah dan aku
selalu menjaga perasaan mereka. Aku hanya bercerita pada bintang, dengan begitu
aku merasa sedikit lega. Tha, sebentar lagi aku akan benar-benar bahagia tanpa
rasa sakit sedikitpun. Semua itu adalah balasan atas segala kesabaranku demi
kebahagiaan mereka. Aku sakit leukimia Tha. Aku hanya mempunya Ayah yang
membanting tulang untukku selama menuntut ilmu. Aku tidak ingin membebani pikirannya
lagi, aku tidak pernah bercerita tentang sakitku kepadanya. Setiap hari aku
bekerja serabutan, untuk memenuhi pengobatanku, tapi ternyata Tuhan sudah siap
memberikan balasan atas sikapku selama ini.Aku bahagia dengan penyakit ini,
karena aku bisa bertemu denganmu Tha. Sebelum ini aku selalu mimpi sosok wanita
cantik di bangku taman ini yang akan membantuku untuk lebih mudah bereikarnasi
menjadi bintang."
Aku hanya diam, mencoba mencerna apa
yang dia katakan.Baru kali ini aku bertemu dengan orang yang sangat aneh,
terlebih dia adalah wanita cantik seperti Emma Watson.
"Tapi yang lebih baik adalah
menjadi diri sendiri dan membahagiakan orang-orang di sekitar kita. Kebahagiaan
tidak harus di rasakan saat itu juga kan? Masih ada kebahagiaan yang lebih dan
abadi suatu hari nanti. Nanti waktu kita reinkarnasi, kita jadi bintang yang
sangat terang. Waktunya hampir habis nih, aku pulang dulu ya Kyntha.”, Emma
Watson jadi-jadian itu melambaikan tangannya, lalu berlari kecil menjauh
dariku.
Aku kembali ke dunia nyataku. Kenangan
itu begitu indah. Hanya dia yang bisa membuatku tersadar
dari topeng yang selalu menempel di tubuhku selama ini. Kini aku
akan berubah kembali, menjadi seorang Kyntha Oriona bukan sebagai Thatha. Aku
menatap langit, tanpa sadar sebulir air jatuh di pipiku. Aku yakin disana Mega
sedang tersenyum bahagia.
Senja sudah berada di peraduanya. Aku menuruni
bukit dengan langkah tegap membawa kekuatan yang kuat untuk menjadi diriku
sendiri lagi. Senyum lebar menghiasi wajahku malam itu. Aku rindu dengan
kebahagiaan keluargaku seperti dulu. Aku ingin merasakan bahagia yang
sebenarnya, tanpa topeng.