Ilustrasi
Pada tahun 1803, perang kembali
berkecamuk di Eropa. Terutama perang antara dua negara imperialis (modern)
besar pada abad tersebut, Inggris dan Perancis, yang membawa dampak luas pada
kondisi di Eropa bahkan di berbagai belahan bumi lain yang menjadi bagian dari
wilayah jajahan/koloni kedua negara imperialis tersebut. Inggris yang lebih
kuat di laut memang merupakan musuh utama Prancis yang lebih kuat di
darat. Kedua negara tersebut mempunyai sejarah rivalitas yang cukup
panjang dan saling berlomba untuk menunjukkan superioritas dan prestise sebagai
negara imperialis terkuat. Bahkan dalam hal kepemilikan tanah jajahan.
Kondisi ini membawa dampak bagi
negara-negara mperialis Eropa lainnya termasuk Belanda. Pada tahun 1804,
Napoleon Bonaparte menjadi Kaisar, sedangkan saudaranya,
Louis (Lodewijk)Napoleon, menjadi raja Belanda. Dengan demikian, Kerajaan
Belanda menjadi negara vasal Prancis (negara jajahan Prancis). Itu artinya,
bahwa semua daerah jajahan Belanda, secara tidak langsung, menjadi milik Prancis.
Termasuk Hindia-Belanda (Nusantara).
Dengan demikian, kecamuk parang di Eropa
(rivalitas Prancis-Inggris) juga akan sampai ke kawasan Asia, khususnya Asia
Tenggara, diamana Inggris (dengan nama EIC-nya) yang pada itu sudah memiliki
koloni di India telah sampai hingga kawasan Semenanjung Malaya (Malaysia,
Singapura). Dan siap merebut Nusantara. Secara singkat, dapat dikatakan bahwa
apa yang terjadi di Eropa turut berdampak terhadap nasib Nusantara.
Seperti yang telah dijelaskan di atas,
secara singkat, bahwa perang Eropa yang melibatkan dua negara imperialis
besar tersebut sampai ke kawasan Asia, terutama Asia Tenggara. Rivalitas antara
keduanya tampak ketika Inggris, yang sudah mempunyai koloni di India, telah
berada di kawasan semenanjung malaya. Malaysia serta Singapura berhasil
dijadikan basis kekuatan militer Inggris di kawasan Timur Asia tersebut. Ini
berarti, bahwa jajahan Belanda di Nusantara sangat terancam direbut oleh
Inggris. Ancaman tersebut semakin serius lagi setelah Napoleon Bonaparte melancarkan sistem
kontinental terhadap Inggris, yakni politik blokade laut terhadap Inggris
di Eropa yang memutus hubungan antara Inggris dengan dunia luar.
Dalam keadaan kalut tersebut, hubungan
Hindia-Belanda dengan Eropa terputus pula. Pemerintahan Belanda dan Prancis
sadar sekali bahwa mustahil mengirim bantuan ke Batavia. Yang dapat diakukan
adalah hanyalah mengutus seorang Gubernur Jenderal yang dapat bertindak lebih,
artinya dapat berbuat sesuatu dengan cepat untuk mengantisipasi kemungkinan
serangan Inggris ke Nusantara (terutama Jawa, yang merupakan pusat pemerintahan
kolonial).
Maka, dikirimlah Herman Willem Daendels.
Seorang Belanda, bekas advokat, dan seorang patriot, jenderal, serta pengagum
Napoleon Bonaparte, untuk menjalankan tugas yang sulit tersebut. Bahkan, begitu
sulitnya, kedatangan Daendels ke Nusantara pun harus berputar jauh melalui
Benua Amerika (New York) dan menggunakan kapal Amerika untuk sampai ke Jawa.
Ditinjau dari Segi
Politik










Ditinjau dari Segi
Ekonomi





Ditinjau dari Segi Sosial




Ditinjau dari Segi Budaya






Tidak ada komentar:
Posting Komentar